![]() |
Yahaloo John di sini! Gw bakalan ngetik dengan kata-kata yang lebih santai dan informal ya, karena kali ini gw gak mau buat artikel, ini hanya journaling singkat untuk mengisi waktu luang dikala weekend doang."Kamu punya kuasa atas pikiranmu — bukan atas peristiwa di luar dirimu. Sadari hal ini, dan kamu akan menemukan kekuatan sejati."
Marcus Aurelius, filsuf Stoik dan salah satu dari 5 Kaisar Baik menulis dalam jurnalnya berjudul Meditations
Lu pernah gak sih lagi struggle akan sesuatu dan mengalami kegagalan lu malah mulai kehilangan diri lu sendiri, lu mulai mikir "sebenar nya gw salah apa, kenapa gw harus ngalamin ini semua"? Gw pernah, nah di sini gw bakalan jelasin dikit kenapa kita butuh Dikotomi Kontrol.
Oke gw jelasin aja singkatnya ya!
Dikotomi Kontrol (Dichotomy of Control) adalah salah satu prinsip dalam filsafat Stoikisme yang membagi hidup menjadi 2 bagian yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal.
Faktor Eksternal: adalah hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan
Faktor Internal: adalah hal-hal yang berada dalam kendali kita
Kunci dalam Dikotomi Kontrol adalah fokus hanya pada hal yang bisa kita kendalikan, dan belajar menerima apa yang gak bisa kita kendalikan.
Okay sampe sini ngerti ygy?
- Faktor Internal (Hal yang bisa kita kendalikan)
- Segala hal yang berada dalam kendali diri lu sendiri
- Pikiran / penilaian lu
- Keputusan atau niat lu
- Sikap / respon lu
- Upaya dan usaha yang lu lakukan
- Faktor Eksternal (Hal yang berada diluar kendali kita)
- Iklim atau cuaca
- Opini orang lain
- Kematian kita
- Reaksi orang lain ke kita
- Hasil dari suatau tindakan atau usaha
"Terus Tujuan Memahami Dikotomi Kontrol Apaan Bang Ganteng?"
Ketika lu paham dan mengerti bahwa ada banyak hal-hal yang berada diluar kendali lu, maka diharapkan lu memiliki respon yang lebih positif untuk setiap peristiwa yang lu alami, dan lu juga bisa membuat keputusan yang lebih positif, memahami dikotomi kontrol mengurangi stress dan kecemasan karena lu gak bakalan buang-buang energi untuk hal yang tidak bisa lu atur, juga ngasih lu ketenangan batin karena lu belajar hidup apa adanya.
Tanggal 30 April, Jam 22 WIB: gw pulang dari pasar naik motor habis beli telur ayam—iyalah masa telur kucing kocak, pas di perjalanan tiba2 ban motor gw bocor, kek kampret moment banget gak sih tengah malam ban bocor di jalanan yang sepi. Kalau kejadian ini sekitar 5 atau 10 tahun lalu gw bakalan ngedumel marah-marah gak jelas sambil nge-summon segala bentuk hewan purba berkaki empat ke dunia ini.
Tapi di sini gw ngarasa bahwa semesta punya rencana lain. Alih-alih gw marah dan emosi energi gw terbuang sia-sia gw lebih memilih tetap bersikap tenang dan berpikir untuk mencari solusi terbaik.
Di sisi lain ini jadi reminder bagi gw untuk ngecek secara rutin apakah ban gw udah mulai botak dan tipis atau masih layak dipake.
Ada pelajaran yang bisa gw petik, barangkali dalam kejadian yang gw alami ada tukang tambal ban yang emang lagi butuh rejeki, coba bayangkan mereka yang profesinya sebagai tukang tambal ban dari mana pemasukan nya kalau bukan dari orang2 yang ban motor nya bocor? Jangan egois, duit lu sejatinya tidak benar-benar sepenuhnya milik lu, mungkin ini cara semesta untuk menunjukkan bagaimana hukum kausalitas bekerja, dengan bocornya ban motor gw maka tukang tambal ban mendapatkan rejeki nya. Daripada marah-marah gw lebih milih untuk colok earphone dan mendorong motor gw sembari menikmati malam dengan tenang ditemani oleh rembulan indah yang mengingatkan gw pada seseorang, gw tetap bersikap tenang dan mencoba melihat apa nilai sesungguhnya dari peristiwa ini dan kenapa gw gak perlu buang-buang energi untuk menciptakan pikiran aneh-aneh atau meluapkan emosi yang sia-sia, intinya gw chillguy banget sumpah.
Dalam hidup yang terpenting bukan apa yang terjadi, tapi bagaimana gw merespon setelah nya, ingat bahwa ban bocor itu diluar kontrol kita—faktor eksternal, sedangkan respon kita akan suatu peristiwa itu dalam kontrol kita—faktor internal.
Tanggal 03 May, Jam 16 WIB: gw ada janji sama teman ketemuan di coffeshop buat ngobrol2 ringan—bahasa gaul nya "nongki", sesampainya di coffeshop ternyata gw harus nunggu lagi sekitar 2 jam lebih, teman gw cuma ngabari "sorry John agak telat gw ada penting bentar aja", siapa sangka kalau parameter "agak telat" bagi teman gw adalah 2 jam lebih. Dalam hal ini tindakan orang lain jelas diluar kendali gw, siapa juga yang bisa nyuruh dia datang tepat waktu kalau dia punya hal yang lebih urgent, dan alih-alih menumbuk muncung nya karena udah buat gw nunggu 2 jam gw lebih milih respon yang lebih positif dan pasifis "Its okay no problem kalau ada hal yang lebih urgent, barangkali selanjutnya bisa lebih tepat waktu". Tidak ada unsur judgement di dalam nya, dan gw lebih memilih memberi masukan daripada bertanya kenapa dia tidak becus dalam ngatur waktu.
Lagipula dalam 2 jam tersebut gw engga bengong kaya orang stunting, gw pakai 1 jam untuk refleksi diri apa saja sih hal kurang baik yang bisa gw ubah dalam hidup, dan sejam lagi gw pake untuk diskusi dengan Chatgpt dan dapat pengetahuan baru. Lu tau kota Venesia? Tau gak kalo kota tersebut dibangun di atas tumpukan ribuan batang kayu, bukan nya mengalami pelapukan karena air, kayu tersebut malah mengalami pengkristalan yang membuat pondasi kokoh, dan penemuan ini bagian dari kecerdasan kolektif bukan hasil eksperimen ilmuwan, menarik, bukan? Itu yang gw pelajari dari Chatgpt.
![]() |
sumber: pinterest |
Memahami dikotomi kontrol dalam filsafat Stoikisme cukup berguna untuk membangun kecerdasan emosional dan kontrol diri lu, karena konsep ini bisa membantu lu memisahkan mana hal yang patut dikhawatirkan dan mana yang tidak perlu dikhawatirkan.
Ada hubungan antara dikotomi kontrol dengan membangun kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang baik artinya lu bisa memahami dan mengatur atau meregulasi emosi lu dengan baik, apabila lu memahami dikotomi kontrol maka lu bisa jadi:
- Lebih tenang, karena lu tidak memikirkan hal-hal yang ada di luar kendali lu
- Lebih sabar, karena lu sadar kalau lu tidak bisa memaksa orang lain untuk berpikir seperti lu
- Lebih fokus, karena lu hanya bisa mengurus apa yang bisa lu kendalikan atau lakukan sendiri
Contoh case nya: ketika lu dikritik oleh orang lain habis-habisan. Lu gak bisa mengendalikan mulut orang lain, bro, bener gak? Tapi lu bisa mengendalikan emosional lu sendiri, gimana cara nya lu bersikap tetap tenang atau marah, saran gw sih mending lu bersikap tenang dan dengarkan saja kritik orang lain, barangkali kritik nya dapat membangun diri lu lebih baik, lah daripada lu marah-marah gak jelas kayak cacing kepanasan. Bener kan? Bener atau bener?
Gak semua peristiwa perlu lu pertanyakan kenapa begini-kenapa begitu, lu hanya perlu merespon dengan benar untuk mencari solusi terbaik, gimana sikap lu untuk melihat sebuah nilai sejati dari peristiwa itu.
Semakin lu paham apa yang bisa lu kendalikan dan tidak, semakin lu mengerti bagaimana cara memberi respon yang positif, percaya deh hidup lu bakalan lebih tenang dan adem, lu gak perlu berkonflik batin antar sesama manusia, lu gak perlu buang-buang energi untuk hal gak penting.
Salam!